Kunjungan Monitoring Buruh Migran Indonesia di Sabah (Bahagian II)

Empat hari di Lahad Datu (12-16/8/09)


Pertemuan singkat dengan jemaat KKD



Keterlibatan Komuniti Kristian Dasar (KKD) sangat membantu dalam kunjungan selama empat hari di Lahad Datu. Tentu saja hal ini tidak terlepas dari koordinasi Fr. Simon Kontou dan Fr. Jasery Gabuk (Pastor Paroki st. Dominic), serta pak Petrus dan pak Sipri dari Keluarga Pastoral Indonesia (KPI).


Pertemuan singkat dengan jemaat KKD Wawasan kembali mendiskusikan soal pasport buku yang sampai saat ini belum diterima setelah pemutihan setahun silam, padahal mereka sudah membayar sampai Rp 3 juta . Anak-anak yang tidak sekolah juga menjadi keprihatinan bersama di sini, juga berkaitan dengan kecilnya gaji yang mereka terima dibandingkan dengan kebutuhan hidup setiap hari.


Dalam sharing dengan Fr. Simon dan Fr. Jasery, dikemukakan bahwa persoalan dokumen adalah persoalan utama yang menyebabkan masalah-masalah lain baik dengan Kerajaan Malaysia maupun dengan Gereja. Diharapkan keberadaan KPI turut membantu menemukan jalan keluar dari berbagai persoalan yang dihadapi pekerja migran Indonesia di sana.



Kunjungan ke Sekolah Humana di Dam Road No. 86 yang menampung anak-anak para migran yang tidak bisa bersekolah di sekolah-sekolah Kerajaan menegaskan kehadiran pengharapan dan inisiatif positif di tengah situasi ketidakpastian, walaupun ala kadarnya. Di Sekolah Humana yang dikunjungi, terdapat 420 anak yang dilayani ”hanya” oleh 3 guru.


Pertemuan dengan KKD Dam yang dihadiri oleh kurang lebih 25 jemaat (kebanyakan dari Larantuka dan Adonara) mengingatkan pentingnya persaudaraan dan solidaritas di tanah rantau. Selain saling menguatkan satu sama lain juga didiskusikan persoalan-persoalan bersama. Antara lain berkaitan dengan perbedaan gaji, dan juga perbedaan pelayanan di tempat publik (seperti di rumah sakit) antara yang hanya berpasport dengan yang memiliki IC. Menurut mereka gaji yang ber-IC lebih tinggi dari pada yang hanya berpasport, demikian pula pelayanan di rumah sakit, yang ber-IC didahulukan dan lebih murah dibandingkan dengan yang hanya berpasport. Dari persoalan-persoalan yang didiskusikan bersama, kita sepakat bahwa persoalan kemanusiaan seharusnya menjadi tolok ukur dalam mengambil kebijakan dan tindakan.


Pertemuan dengan belasan ibu di KKD Kampung Damai yang berasal dari Flores, Lembata, Solor dan dari Toraja serta beberapa anak kecil yang tidak bersekolah menampakan optimisme dan harapan hidup yang terpancar dari kaum ibu sekaligus keprihatinan untuk anak-anak cucu mereka yang tidak mendapat kesempatan bersekolah. Sama halnya dengan ibu Emiliana di Sandakan, ibu Dora di Kampung Damai pun memanfaatkan waktu luangnya secara sukarela mengajar anak-anak menulis, membaca dan mengira dasar. Namun ibu Dora mengalami kesulitan fasilitas Alat Tulis Kantor (ATK) untuk anak-anak ini. Ia berharap ada pihak yang mau membantu dia dalam penyediaan buku-buku dan alat-alat tulis bagi anak-anak ini.


Perjumpaan dengan ibu Martina, pak Jeffrey dan pak Johny dari Komite Keluarga Toraja, mengingatkan pentingnya solidaritas lintas suku dalam mengatasi persoalan-persoalan bersama, sambil menyisakan harapan semoga pemerintah Indonesia ”lebih bijak dan berperhatian serius” dengan pahlawan devisanya.

Sharing bersama 20-an jemaat dari berbagai KKD di Gereja St Dominic, Lahad Datu menutup kebersamaan selama beberapa hari di Lahad Datu. Ada harapan ke depan, kebersamaan dan solidaritas bisa ditingkatkan demi kebaikan bersama.




  • Pertemuan dengan utusan dari beberapa KKD di Gereja St. Dominic dan pertemuan dengan jemaat di KKD Dam Road. (Lahad Datu, 14-15/08/09)
  • Bersama anak-anak dan kaum ibu di KKD Kampung Damai.

Oleh Boni Sagi